Penggunaanteknologi di bidang pendidikan memang merupakan sebuah terobosan besar tapi pada saat yang sama juga merupakan tantangan tersendiri. Ternyata masih banyak guru yang "gaptek" atau gagap teknologi yang mengakibatkan gaya mengajar mereka menjadi kuno dan kurang disukai anak didiknya.
TantanganGuru Masa Kini. PAULO Freire (2000) dalam Pedagogy of Freedom: Ethics, Democracy and Civic Courage menyebut ada tiga hal penting tentang mengajar yang perlu dipahami para guru. Pertama, tidak ada pengajaran tanpa pembelajaran. Seorang guru harus mampu melakukan riset, memiliki respek terhadap beragam pengetahuan siswa, kritis
Banyaksiswa dan guru berpenghasilan rendah tidak memiliki perangkat digital atau keterampilan yang diperlukan untuk pembelajaran berbasis digital atau online ini. Menurut data dari UNICEF, pada tahun 2020, sebanyak 67% guru melaporkan kesulitan dalam mengoperasikan perangkat dan menggunakan online platform dalam proses pembelajaran.
biaya pondok pesantren al anwar sarang rembang. Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Menghadapi Tantangan Pendidikan di Era Digital Merangkul Inovasi untuk Masa Depan yang Lebih BaikPendidikan merupakan fondasi penting dalam membangun masyarakat yang berkembang dan berdaya saing. Namun, di era digital yang terus berkembang pesat ini, kita dihadapkan pada berbagai tantangan yang mempengaruhi sistem pendidikan kita. Dalam menghadapi realitas ini, kita perlu merangkul inovasi dan memperkuat pendekatan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masa depan. Salah satu tantangan utama pendidikan saat ini adalah kesenjangan digital. Meskipun teknologi telah menghadirkan peluang baru dalam pembelajaran, masih ada akses terbatas terhadap perangkat dan konektivitas internet, terutama di daerah pedesaan atau daerah terpencil. Untuk mengatasi ini, diperlukan kerjasama antara pemerintah, sekolah, dan sektor swasta dalam memastikan akses teknologi yang merata bagi semua siswa. Program pemerintah yang berfokus pada penyediaan infrastruktur teknologi yang terjangkau dan pelatihan bagi guru tentang penggunaan teknologi dapat menjadi langkah awal yang signifikan. Selain itu, perlu ada perubahan paradigma dalam kurikulum pendidikan. Dunia telah berubah secara dramatis, dengan munculnya teknologi baru, perkembangan ekonomi, dan tantangan global yang semakin kompleks. Kurikulum yang hanya didasarkan pada pengetahuan akademik tradisional tidak lagi memadai. Perlu ada penekanan yang lebih besar pada keterampilan abad ke-21, seperti pemecahan masalah, kreativitas, komunikasi, kolaborasi, dan pemikiran kritis. Guru juga perlu didukung dengan program pengembangan profesional yang mempersiapkan mereka untuk mengajar dan memfasilitasi pembelajaran yang itu, sistem evaluasi dan pengukuran dalam pendidikan juga perlu direformasi. Saat ini, pendidikan sering kali diukur hanya berdasarkan hasil tes standar, yang dapat menciptakan tekanan yang tidak sehat pada siswa dan mengabaikan berbagai aspek penting lainnya, seperti kecerdasan emosional, keterampilan sosial, dan kreativitas. Diperlukan pendekatan yang lebih holistik dalam mengevaluasi kemajuan siswa, yang mencakup penilaian formatif yang berkelanjutan dan penghargaan terhadap berbagai jenis tantangan ini, pendidikan juga harus mempersiapkan siswa untuk menghadapi perubahan yang cepat di dunia kerja. Keahlian yang diperlukan untuk sukses di tempat kerja saat ini dan di masa depan terus berkembang. Oleh karena itu, pendidikan harus mendorong siswa untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat, dengan fokus pada keterampilan yang dapat diadaptasi dan mempromosikan keinginan untuk terus menghadapi tantangan pendidikan di era digital ini, kita perlu merangkul inovasi dan berani melakukan perubahan yang diperlukan. Pendekatan yang kolaboratif antara pemerintah, sekolah, guru, dan sektor swasta akan memainkan peran penting dalam menghadapi tantangan ini. Pendidikan harus menjadi prioritas utama kita, dan kita harus berinvestasi dalam masa depan anak-anak kita dengan menyediakan pendidikan yang berkualitas, relevan, dan inklusif. Dengan cara ini, kita akan mempersiapkan generasi mendatang untuk menghadapi dunia yang kompleks dan memberikan kontribusi yang positif bagi masyarakat global. Lihat Pendidikan Selengkapnya
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Pengaruh teknologi digital terus berkembang dengan pesat dalam dunia kerja saat ini. Era digital telah mengubah cara kita bekerja, berkomunikasi, dan berkolaborasi. Namun, bersama dengan kemajuan teknologi ini, muncul pula tantangan baru yang harus dihadapi oleh para profesional. Untuk tetap relevan dan sukses dalam lingkungan kerja yang semakin digital ini, meningkatkan profesionalisme menjadi sangat adalah beberapa langkah yang dapat diambil untuk meningkatkan profesionalisme di era digitalTingkatkan Kompetensi Digital Anda Penguasaan teknologi digital adalah keterampilan yang sangat penting di era ini. Pastikan Anda memiliki pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk menggunakan alat-alat dan platform digital yang umum digunakan di tempat kerja. Pelajari tentang aplikasi produktivitas, manajemen proyek, kolaborasi online, dan alat komunikasi digital lainnya. Tingkatkan kemampuan Anda dalam menggunakan perangkat lunak dan aplikasi terkait pekerjaan Anda agar lebih efisien dan efektif. Jaga Etika dan Profesionalisme dalam Komunikasi Digital Dalam era digital, komunikasi sering dilakukan melalui email, pesan instan, atau platform kolaborasi online. Penting untuk menjaga etika dan profesionalisme dalam setiap bentuk komunikasi digital. Gunakan bahasa yang sopan dan jelas, beri perhatian pada tata krama digital seperti menulis subjek yang jelas dalam email, merespons dengan cepat, dan menghindari penggunaan huruf besar yang berlebihan yang dianggap seperti berteriak. Selain itu, penting juga untuk menghormati privasi orang lain dan menghindari berbagi informasi pribadi yang tidak relevan melalui kanal komunikasi digital. Tingkatkan Kemampuan Kolaborasi dan Jaringan Online Di era digital, kolaborasi dan jaringan dapat terjadi secara online melalui platform seperti alat konferensi video, jejaring sosial profesional, atau platform kolaborasi proyek. Manfaatkan kesempatan ini untuk memperluas jaringan profesional Anda, terlibat dalam proyek bersama secara virtual, dan berbagi pengetahuan dengan rekan kerja Anda. Juga, pastikan untuk berpartisipasi aktif dalam diskusi online yang relevan dengan bidang pekerjaan Anda. Dengan berkolaborasi secara efektif dan membangun jaringan yang kuat, Anda dapat meningkatkan profesionalisme Anda di era digital Keseimbangan antara Kehidupan Pribadi dan Profesional Dalam era digital yang terkoneksi secara terus-menerus, batas antara kehidupan pribadi dan profesional dapat menjadi kabur. Penting untuk menjaga keseimbangan yang sehat antara pekerjaan dan kehidupan pribadi Anda. Tetapkan waktu yang jelas untuk istirahat, liburan, dan menjaga hubungan dengan keluarga dan teman-teman. Jaga agar tidak terjebak dalam siklus kerja yang nonstop dan tetapkan batasan yang jelas untuk diri sendiri dalam menggunakan teknologi era digital yang terus berkembang ini, meningkatkan profesionalisme adalah kunci untuk sukses di tempat kerja. Dengan meningkatkan kompetensi digital, menjaga etika dan profesionalisme dalam komunikasi, membangun kemampuan kolaborasi dan jaringan online, serta menjaga keseimbangan antara kehidupan pribadi dan profesional, Anda dapat mengatasi tantangan baru yang muncul dan menjadi profesional yang tangguh di era digital ini Lihat Humaniora Selengkapnya
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. WARDAH HAMIDAHPendidikan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Jakartawardahahamidah Teknologi informasi dan komunikasi yang semakin berkembang dengan cepat di Indonesia melahirkan perubahan di semua bidang kehidupan manusia, baik sosial, budaya, ekonomi, politik, hukum, dan terutama dalam bidang pendidikan. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi membawa pergeseran dari era pengetahuan menuju era informasi dan komunikasi. Transisi tersebut menkonstruksi informasi menjadi pengetahuan yang dapat dikomunikasikan dengan mudah dan cepat secara luas kepada siapapun dan dimanapun sehingga siapa saja dapat menerima informasi tersebut dan tidak ada yang terisolasi dari informasi. Namun pada kenyataannya, kemajuan tersebut tidak berbanding lurus dengan kemajuan guru. Dapat dilihat kekontrasan antara guru dan murid yang mana kebanyakan guru masih terpaku pada tradisi tekstual sedangkan murid sudah lebih maju dalam hal digital. Akibatnya, timbul ketidaksesuaian dengan gaya mengajar guru pada murid di zaman ini. Informasi dan pengetahuan menjadi bersifat sementara dan singkat yang mana diakibatkan oleh perkembangan teknologi internet dan kemajuan teknologi digital yang terakselerasi Tapscott dalam Latif, 2020 613-621. Sehingga dibutuhkannya pembaharuan secara konstan dengan perkembangan dan peningkatan kemampuan diri. Dunia pendidikan pun terpengaruhi secara mendasar, mulai dari cara pandang terhadap pengetahuan sampai pada cara pengetahuan itu diajarkan kepada peserta didik. Dunia pendidikan ikut terpengaruh terutama pada guru, tenaga kependidikan, dan cara agar kompetensi guru dapat diorientasikan terhadap perkembangan teknologi informasi dan komunikasi di kehidupan masyarakat digital saat satu cara untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia SDM adalah melalui pendidikan. Pendidikan merupakan wadah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, mengembangkan masyarakat, serta pengembangan nilai-nilai, norma-norma, pengetahuan, keterampilan, dan sikap peserta didik. Pendidikan yang berkualitas maka akan menghasilkan SDM yang berkualitas pula, maka perlu untuk dilakukan perubahan serta peningkatan kualitas seorang pendidik yang disesuaikan dengan perkembangan zaman, sehingga kesejahteraan masyarakat dapat era yang serba digital ini, kehadiran guru tidak hanya dilihat melalui kharismanya saja. Hal itu lah yang membedakan guru pada abad ini dari abad sebelumnya. Karna pada abad ini, ilmu pengetahuan mudah diakses dari mana saja dan tidak terpaku hanya dari guru dan buku. Sehingga guru pada abad ini diharapkan mampu berkomunikasi dan beradaptasi sesuai perkembangan zaman. Guru juga dituntut untuk dapat berinovasi dan berkreasi dalam melakukan proses pemberian ilmu kepada peserta didik karena sistem pembelajaran yang dulu dianggap sudah kuno dan harus disesuaikan dengan peserta didik zaman sekarang yang cenderung lebih melek di era digital ini harus dihadapi oleh guru dalam mendidik peserta didik, maka dibutuhkannya pelatihan untuk guru-guru agar lebih melek teknologi dan dapat memanfaatkan kemajuan digital dalam mendidik peserta didik. Sebab, gaya mengajar yang lama sudah dianggap ketinggalan zaman dan perlu untuk dilakukan pembaharuan agar sesuai dengan karakter peserta didik di zaman ini. Konsep multy channel learning dapat guru terapkan dalam metode pembelajaran karna konsep tersebut memperlakukan peserta didik sebagai pelajar yang dinamis, maksudnya dapat belajar dari mana saja, kapan saja, dari siapa saja, dan dari berbagai sumber. Maka disini guru sebagai fasilitator untuk menunjukan kompetensi yang harus dipenuhi siswa dan memberikan kesempatan bagi siswa untuk dapat belajar dari berbagai sumber yang dapat ditemukan di GURU DI ERA DIGITAL Metode pembelajaran yang mana memusatkan guru sebagai seorang yang aktif memberikan ilmu dan peserta didik yang bersifat pasif atau hanya menerima apa yang diajarkan oleh guru dianggap sudah kuno dan ketinggalan jaman. Sebab, di zaman yang teknologi dan informasi yang sudah berkembang pesat, siapa saja bisa mendapatkan ilmu atau informasi dari mana pun karena internet memudahkan siapa saja bisa mengaksesnya tanpa terhalang ruang dan waktu. Maka diperlukan orientasi baru dalam pendidikan yang mana menekankan pada konstruksi aktif siswa dalam melakukan pencarian informasi dari berbagai sumber yang akan berguna bagi baru ini memfokuskan pada kegiatan pembelajaran yang menuntut motivasi diri siswa self-motivated dan pengaturan diri sendiri self-regulated Latif, 2020 613-621. Sehingga pengetahuan serta pengalaman yang dimiliki oleh peserta didik dapat dikonstruksi dan diterapkan dalam hal-hal tertentu yang dihadapi oleh peserta didik. Untuk itu diperlukan partisipasi secara aktif serta perkembangan pribadi melalui pendidikan interaktif untuk memperoleh pengetahuan. Maka peserta didik tidak hanya menerima pengetahuan secara pasif sesuai dengan yang telah dirancang oleh orang guru dalam mendidik peserta didik di era digital seperti sekarang ini adalah masih banyak guru yang menerapkan metode pembelajaran yang terkesan kuno, terutama guru-guru yang sudah berumur tua. Sedangkan peserta didik sudah lebih modern. Sehingga menimbulkan perbedaan dan ketidaknyambungan di antara keduanya. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa peserta didik sudah tidak cocok lagi dengan sistem pendidikan abad 20. Namun, masih banyak guru yang masih belum memahami akan hal ini dan cenderung lamban dalam mengejar laju modernisasi pendidikan. Sehingga peserta didik sudah mampu memperoleh informasi secara cepat dari berbagai sumber di multimedia, sedangkan guru memberikan informasi masih lambat dari sumber yang terbatas. 1 2 3 Lihat Pendidikan Selengkapnya
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Pendidikan kewarganegaraan memiliki peran penting dalam membentuk generasi muda yang memiliki kesadaran akan hak, kewajiban, dan tanggung jawab sebagai warga negara. Dalam era digital yang terus berkembang, tantangan dan peluang baru muncul dalam penyampaian pendidikan kewarganegaraan. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi telah mengubah lanskap pendidikan secara menyeluruh, termasuk pendidikan satu tantangan utama dalam pendidikan kewarganegaraan dalam era digital adalah fluktuasi informasi. Internet menyediakan akses tak terbatas ke informasi dari berbagai sumber, baik yang kredibel maupun tidak kredibel. Tantangan bagi pendidikan kewarganegaraan adalah bagaimana mengajarkan siswa untuk secara kritis memfilter, mengevaluasi, dan memahami informasi yang mereka temui di dunia digital. Siswa perlu dilatih untuk menjadi pembaca yang cerdas dan memiliki kemampuan untuk membedakan fakta dari opini, serta menganalisis dampak dari informasi yang mereka konsumsi terhadap kehidupan itu, tantangan lainnya adalah meningkatnya polarisasi politik dan perpecahan sosial di dunia maya. Media sosial telah menjadi platform untuk ekspresi dan diskusi politik yang luas, namun seringkali juga menjadi tempat terjadinya konflik dan pembentukan kelompok yang saling terisolasi. Pendidikan kewarganegaraan perlu mencari cara untuk mengatasi polarisasi ini dan mendorong siswa untuk berpartisipasi dalam diskusi yang sehat, menghormati pandangan orang lain, dan membangun pemahaman yang inklusif terhadap perbedaan. Namun, era digital juga membawa peluang besar dalam pendidikan kewarganegaraan. Teknologi memungkinkan pendidikan kewarganegaraan menjadi lebih interaktif dan terlibat secara aktif dalam kehidupan masyarakat. Siswa dapat menggunakan media sosial, blog, atau platform online lainnya untuk membagikan pandangan mereka tentang isu-isu sosial dan politik, serta berpartisipasi dalam aksi-aksi kegiatan kewarganegaraan. Hal ini dapat meningkatkan rasa memiliki dan keterlibatan siswa dalam proses demokrasi. Selain itu, teknologi juga memungkinkan akses ke beragam sumber daya pendidikan. Siswa dapat mengakses materi-materi pendidikan kewarganegaraan secara online, termasuk artikel, video, dan konten interaktif lainnya. Mereka dapat belajar tentang sistem politik, hak asasi manusia, keberagaman, dan isu-isu global dengan cara yang lebih menarik dan beragam. Guru juga dapat memanfaatkan teknologi untuk menghadirkan pengalaman belajar yang kreatif, seperti simulasi dan permainan peran. Lihat Pendidikan Selengkapnya
› Pembelajaran di era digital tidak hanya bertujuan agar siswa dapat menguasai materi pembelajaran tetapi juga menyiapkan siswa menghadapi zamannya, abad ke-21. Guru harus disiapkan untuk memenuhi tuntutan itu. MELATI MEWANGI UNTUK KOMPAS Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum SMA Kolese Gonzaga, R Himawan Santanu, saat menunjukkan teknologi digital dalam situs laman sekolah yang bisa diakses para siswa dan guru, Selasa 9/10/2018, di KOMPAS — Pembelajaran pada era digital bukan hanya bagaimana guru menguasai teknologi digital untuk pembelajaran. Lebih dari itu, guru bagaimana menyiapkan siswa memenuhi tuntutan zamannya. Ini menjadi tantangan bagi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan untuk menyiapkan calon guru yang bisa menjawab kebutuhan Pendidikan Tenaga Kependidikan LPTK dituntut menyiapkan calon guru yang tidak hanya mampu membelajarkan siswa untuk menguasai materi, tetapi juga mampu menyiapkan siswa untuk menguasai kecakapan abad ke-21. Karena itu, dibutuhkan desain pendidikan guru yang bisa menjawab perkembangan dan tuntutan tersebut. Ini tantangan besar pendidikan guru ke depan, bagaimana menyiapkan guru untuk mengembangkan soft skill siswa. Uwes Anies Chaeruman”Ini tantangan besar pendidikan guru ke depan, bagaimana menyiapkan guru untuk mengembangkan soft skill siswa,” kata Uwes Anies Chaeruman, dosen Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan UNJ dalam diskusi daring yang diselenggarakan Ikatan Alumni Universitas Negeri Jakarta, Rabu 24/2/2021.Uwes mengatakan, paling tidak ada 10 kecakapan abad ke-21. Ini mulai dari kemampuan pemecahan masalah yang kompleks, pemikiran kritis, kreatif, kemampuan manajerial, kolaborasi, kecerdasan emosional, fleksibilitas kognitif, kemampuan negosiasi, berorientasi pada pelayanan, hingga kemampuan pengambilan tuntutan-tuntutan tersebut, kata Uwes, guru tidak cukup menguasai pengetahuan pedagogik dan pengetahuan konten, tetapi juga pengetahuan teknologi. Namun, yang paling penting, bagaimana guru mengombinasikan dan menerapkan ketiga pengetahuan itu secara holistik dalam pembelajaran. Ini tantangan untuk desain ulang pendidikan juga Menyiapkan Generasi Muda untuk Masa DepanMenyiapkan guru pada era digital, menurut Prof Tian Belawati dari Universitas Terbuka, yang pertama kali perlu diketahui LPTK bukan apa yang harus diajarkan guru, melainkan siapa yang akan diajar oleh guru. Lulusan LPTK saat ini akan mengajar generasi Alpha, Beta, dan sebagainya atau anak-anak yang lahir setelah 2010.”Mereka yang lahir setelah tahun 2010 adalah generasi yang perkembangan keterampilannya dibentuk dari segala sesuatu yang sifatnya digital. Mereka yang begitu lahir kenal smartphone telepon pintar dan ipad papan sabak digital,” kata Karakteristik generasi Alpha. Sumber paparan Prof Tian Belawati dari Universitas Terbuka dalam diskusi daring yang diselenggarakan Ikatan Alumni Universitas Negeri Jakarta, Rabu 24/2/2021.Karakterisktik digitalMendidik generasi Alpha, kata Tian, harus memperhatikan karakterisktik mereka yang lahir dan besar pada era digital. Mereka menggunakan teknologi bukan hanya sebagai alat, melainkan bagian dari kehidupan mereka, termasuk cara belajar dan cara mendemonstrasikan hasil belajar.”Mereka juga mengharapkan pembelajaran yang sangat personalisasi. Belajar ini untuk apa. Mereka senang belajar, tetapi mengharapkan pengalaman langsung, bukan pembelajaran di kelas yang berpusat pada guru dan materi yang dipelajari,” kata itu, mendidik generasi Alpha membutuhkan strategi pembelajaran baru yang memicu pembelajaran mendalam. Selain itu juga pembelajaran yang memacu cara berpikir kritis dan kemampuan memecahkan masalah, fleksibel, serta penggunaan teknologi digital dan visual yang bisa memacu imajinasi tersebut, kata Tian, akan berimplikasi pada kompetensi guru yang harus dikembangkan dan bagaimana pendidikan guru dikembangkan di LPTK. Calon guru harus disiapkan untuk memahami konsep pembelajaran di era digital, serta terampil membangkitkan pembelajaran mendalam untuk memicu pemikiran kritis dan kemampuan menyelesaikan masalah pada senada dikatakan Agus Putranto, Direktur Binus Online Learning. Dia mengatakan, penguasaan teknologi saja tidak cukup bagi guru untuk melakukan pembelajaran daring. Guru harus menguasai metode pembelajaran daring agar proses pembelajaran menarik dan menguasai pembelajaran di era digital, kata Uwes, calon guru membutuhkan pengalaman. Ini dapat dilakukan dengan sejak dini menerjunkan mereka dalam praktik nyata di sekolah-sekolah yang menjadi mitra juga Memetakan Kualitas Pendidikan”LPTK dan PPG Pendidikan Profesi Guru juga harus memiliki contoh-contoh praktik pembelajaran yang baik di setiap matapelajaran. Ini PR besar bagi LPTK dan PPK,” kata output atau hasil pendidikan, menurut Uwes, desain baru pendidikan guru juga harus memperhatikan input atau calon mahasiswa. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyebutkan guru profesional, karena itu calon yang direkrut pun harus calon terbaik dan dosen atau instrukturnya pun yang terbaik pula. EditorAloysius Budi Kurniawan
tantangan guru di era digital